by Iwan Setiawan on Thursday, 19 May 2011 at 23:45
Nasehat Pesilat Ketika Anaknya Hendak Belajar Silat Pada Orang Lain
Nak, jika engkau hendak berguru silat pada seseorang hendaknya kau cam ini ;
Jika kau telah hendak datang kepadanya.
Berarti setidaknya kau telah mempercayainya, jagalah kepercayaan itu
Jika kau telah sampai tempatnya
Berarti kau sudah telah ada niat untuk belajar
Maka rendahkanlah dirimu di hadapannya karena kau datang untuk menjadi muridnya
Jika pada waktunya sampai kau belajar dan menerima pelajarannya
Namun kau pernah tahu dan lihat, anggaplah itu latihan mengingat apa yang telah kau ingat. Jangan menganggap dirimu telah hebat, tetaplah hormat padanya
Jika belum, janganlah kau anggap remeh, karena kadang hal remeh dapat mencelakakan seperti halnya kebocoran kecil pada kapal besar
Tetaplah jujur pada dirimu
Andaikan yang kau jadikan guru bertubuh kecil dan telah berumur lanjut maka tetap hormatlah padanya tanpa harus melihat hal itu.
Begitu juga jika gurumu bertubuh tinggi besar dan tegap dan berumur tak jauh darimu tetaplah hormat layaknya murid
Berpikirlah baik dan ambil pengandaian yang setara dalam benakmu
Andai saja kau merasa lebih kuat dan tubuhmu lebih besar daripadanya namun ia mahir dalam berjurus, maka lihatlah dan rasakan pada dirimu dan teruslah berpikir, ” jurus orang yang lebih kecil ini mampu menahan yang lebih besar, bagaimana jika aku yang besar menguasainya?”
Jikalau ia telah tua dan berumur maka berpikirlah,”setua ini masih begitu bagus dan mampu mahir dalam berjurus apalagi saat muda dulu?” dan berpikirlah,” sanggupkah dirimu sepertinya saat setua itu?”
Kalaupun gurumu itu muda, kuat dan berbadan tegap melebihimu maka tetaplah berbaik pikir dan sangka, dan tetapkan dalam hatimu,”aku harus sekuat dan semahir dia jika belajar ini nanti”
Pada saatnya nanti kau akan temui hal yang baru yang belum pernah kau alami dan terasa asing
Tanyakanlah dengan niatan tulus bertanya dengan tidak menghakimi
Banyak hal berbentuk perlambang yang akan kau temui sebagai bentuk kesantunan dan tata krama adab timur maka datanglah sebagai orang yang mencoba mafhum dan memahaminya
Andai gurumu meminta sebutir telur sebagai syarat menjadi murid, pahamilah bahwa kau datang sebagai “telur’ yang harus dierami hingga tumbuh menjadi ayam yang memerlukan induk. Jika makna simbolis ini tak juga kau pahami, anggaplah telur itu untuk lauk teman makan gurumu yang dapat memberi protein sebagai asupan gizi di sarapan paginya.
Bisa jadi kau akan temui guru yang mensyaratkanmu membawa pisau tumpul atau mungkin juga meminta pisau yang tajam. Maka pahamilah bahwa kau datang memang “tumpul” dalam keilmuan yang belum kau pelajari darinya, ikhlaslah kau di”asah” olehnya. Namun jika meminta pisau tajam, maka itu berarti pemberian pisau tajam itu bermaksud memotong ke“aku”an dan kesombonganmu, ikhlas kau jika ditegur dan dinasehatinya. Namun jika kau tak juga mau mengerti kedua hal ini, tetaplah berbaik sangka. Mungkin gurumu memang memerlukan pisau entah untuk dapur atau keperluan lainnya. Tak susah memberikan sepotong pisau padanya bukan?
Atau ada syarat yang meminta garam dan cabai merah, itu memiliki makna bahwa kau jika belajar di silat harus hingga te “rasa” dan jangan kepalang tanggung. Jika harus asin maka haruslah seperti garam di laut atau jika pedas maka harus bagaikan cabai merah. Tapi jika dalam benakmu ada perasaan “menolak” meski secuil karena urusan rasional maka berpikirlah, guru hanya meminta cabai dan garam… mungkin ia memerlukannya. Penuhilah karena hal itu mudah….
Jika ia meminta syarat kembang tujuh rupa dan kau harus dimandikan saat malam selesai berlatih dan pemahamanmu tak sampai hingga masalah energi dan hubungan antara kembang-kembang dalam air itu untuk apa, maka anggaplah itu agar kau segar dan tak lagi berbau keringat setelah selesai belajar silat dan tetaplah berpikir jernih mungkin jaman guru dari guruku dulu belum ada sabun. Dan anggaplah itu sabun alami yang baik ketimbang yang terbuat dari bahan kimia.
Jika ada permintaan selembar kain untuknya maka pahamilah bahwa memang seharusnya murid memberikan kebutuhan pakaian sang guru, jika kau berlebih belikanlah pakaian yang terbaik untuk gurumu.
Jika kau dapati ia meminta beras secupak atau setanggang… pahamilah bahwa memang sepantasnya dan seharusnyalah murid dalam menuntut ilmu tak boleh mengganggu kebutuhan dapur sang guru, maka penuhilah kebutuhan hariannya jika kau sanggup. Jangan meremehkan permintaannya yang hanya meminta beras secupak apalagi menertawakannya dengan menganggap betapa “murah”nya belajar padanya, tidak nak… ilmu silat itu sangat berarti dan tak ternilai, ketika kau memberi gurumu beras yang sedikit itu dengan merendahkan dan menertawakannya berarti hargamu dan pemahamanmu hanya sampai beras secupak itulah, maka janganlah kau persempit pemikiranmu hanya sampai di sana.
Jika ia bilang padamu bahwa tak ada bayaran atau bayar seikhlasnya dalam belajar silat, maka pahamilah bahwa silat memang tak sepadan dengan nilai uang maka berikanlah yang terbaik. Jika ia meminta seikhlasnya, janganlah kau anggap bahwa hanya sepeser dua peser uangmulah yang cukup untuknya. Namun ia meminta muridnya senang hati membantu gurunya. Maka berpikirlah kau dalam posisinya, manakah yang akan membuatmu ikhlas sebagai guru jika menerima lima puluh ribu atau lima juta? Tentunya kita akan sangat ikhlas menerima rejeki yang lebih besar. Maka ukurlah keikhlasanmu itu juga dengan keikhlasan menerima gurumu. Jika tak mampu memberi besar maka memberikanlah yang cukup. Jika kau tak mampu juga dengan materi, bantulah dengan tenagamu, pikiranmu dan pengabdianmu.
Jika kau dapati acara kecer, peureuh atau teteskan mata dengan air sirih maka berpikirlah bahwa memang diperlukan membersihkan matamu saat telah belajar silat jika kau tak mampu memahami hingga ke hal tersebut. Anggap itu sebagai perhatian gurumu pada muridnya
Bilamana kau temui bahwa selesai belajar jurus gurumu mengurut / memijat tangan murid satu persatu dan seringkali dianggap sebagai “menurunkan elmu” maka jika kau tak mau berpikir demikian, tetaplah berpikir baik, itu mungkin salah satu kebaikan seorang guru untuk menghilangkan efek latihan seperti cidera atau pegal atau apalah yang ada di tangan muridnya, ia mau mengurut atau memijatnya. Dan jangan beranggapan dengan diurut kau bisa semua ilmu yang ada di gurumu dan tahu segalanya, karena dalam silat hanya mengenal yang terus belajar dan mengasah serta mengertilah yang akan tajam keilmuannya.
Jika ada yang bertentangan dengan apa yang kau tahu, janganlah lantas kau mencerca dan mencacinya di belakang. Akan tetapi tetaplah lihat dalam sisi baiknya. Kalau saja gurumu dalam pengetahuan agama Islam kurang dan menganggap bahwa ayat dan bacaan dalam menghalau ini itu, atau dengan “hanya” bismillaah dia dapat tak mempan dibacok. Janganlah lantas kau hakimi dia, renungkanlah bahwa dengan bismillaahnya orang yang berpengetahuan agama sedikit dibandingmu, kenapa mampu membukakan pintu langit hingga Allah melindunginya dari senjata tajam yang mengenai kulitnya? Terlepas dari bantuan jin atau apa, ini tetap adalah kebaikan Allah yang rahman pada mahluk-Nya. Belajarlah tentang apa yang menjadi keikhlasannya hingga mampu mengetuk pintu langit. Jika masih juga pikiranmu tak menerima hal ini, maka anggaplah…. Sungguh Maha Kuasa dan Maha Penyayang Allah pada mahluk-Nya, hingga semua yang tak mampu akal terima bisa kau lihat.
Agama kita tak pernah melarang menimba ilmu pada siapapun untuk kebaikan, meski yang akan kau pelajari membuat panah sekalipun atau pedang yang dalam benak setiap orang itu adalah alat untuk membunuh. Namun tidak demikian dalam hidup ini, nak. Panah mungkin untuk bisa untuk membunuh, namun banyak orang di hutan belantara sana yang memanah untuk kebutuhan makan yang akan menghidupi keluarganya yg jika mereka hidup dapat menjalankan kewajiban untuk Tuhannya. Pedang tak selamanya alat bunuh, kini banyak kau lihat itu sebagai alat perlambang status atau sekedar pajangan... Jika kau murid yang baik dan lebih berpengetahuan agama lebih baik dari guru silatmu, perlihatkanlah segala kebaikan yang kau pelajari dari agama buatlah ia bangga kau jadi muridnya. Nantinya tak perlu kau ajari seseorang guru yang telah terpikat oleh kebaikanmu.
Jika gurumu berkata-kata, ingatlah. Jika ia memiliki kesalahan maafkanlah.
Jika ada terlihat jelek dan aib pada gurumu, jadikanlah pelajaran bahwa kau tak harus sepertinya, tetaplah ambil kebaikan yang ada padanya. Tinggalkanlah yang jelek. Karena meski keluar dari tempat yang sama, telur ayamlah yang diambil oleh kita untuk makan ketimbang yang lain.
Jika ia bergurau tetaplah anggap sebagai gurumu yang menggantikan orang tuamu mendidik. Jika kau senang bercanda, jadikan candamu untuk membuat gurumu tertawa dan terhibur, bukan menjadikan gurumu bahan tertawaanmu dan untuk menghibur orang lain
Jika saat bersedih, datang dan hibur meski kau tak memiliki apapun, kehadiran murid saat guru bersedih bagaikan orang tua yang bersedih namun didatangi anak-anaknya.
Jika ia memiliki kekurangan, cukupkanlah jika kau mampu dan tutupilah.
Tiap manusia memiliki kelebihan, pelajarilah kelebihannya itu. namun ia juga memiliki kekurangan maka tutupilah dengan daya dan upaya juga kelebihan yang kau miliki.
Dalam belajar jangan kau bawa apa yang kau miliki dan yang kau tahu, namun datanglah sebagai cawan yang kosong untuk dipenuhi oleh ilmu yg akan ia bagi. Jangan kau isikan cawanmu dulu, karena tak selamanya yang dicampur akan memiliki rasa baik.
Merendahlah di hadapan seorang gurumu nak, itu akan menaikkan derajatmu di mata orang lain. Namun jangan kau rendah diri saat kau hanya belajar silat di halaman rumah gurumu yang hanya sepetak atau hingga tak memiliki lahan, gurumu melatihmu di dapur. Bahagialah kau nak, memiliki guru yang rela memberi ‘ruang pribadi’ yang seharusnya tabu dimasuki orang lain namun boleh kau gunakan. Itu penghargaan guru terhadap murid, terimalah. Jadikan pelajaran bagimu bahwa banyak cara orang yang harus kau pahami dan hargai.
Sekalipun nantinya guru silatmu hanyalah seorang tukang becak, pedagang asongan, hansip, penjaga pintu kereta api atau seorang tukang sampah sekalipun, tetaplah belajar padanya tak perlu malu. Jangan kau melihat artian hidup ini hanya dari buku yang dibuat, namun belajarlah dari kehidupan. Filosofi silat itu nyata di depan matamu nak. Jangan kau merasa rendah diri dengan belajar pada mereka yang hanya memiliki pekerjaan yang menurutmu di bawahmu. Dan jangan pula hanya dengarkan makna dari artian filosofi bela diri yang dibuat orang dan bangsa lain yang telah tertata di dalam bukunya, hidup ini tertata bukan seperti urutan dalam buku namun tertata dalam keunikannya. Jangan pula menghakimi bahwa nilai filosofi sebuah pencak silat itu tak sedalam bela diri luar. Banggalah jadi bagian bangsa ini, jika kau nanti bertemu dengan kawanmu yang membanggakan guru besar bela diri asingnya seorang profesor yang merumuskan makna kehidupan dan harmonisasi kehidupan itu dengan bukunya. Tetaplah bangga dengan gurumu yang meski hanya seorang tukang becak atau pedagang asongan sekalipun, ia tetaplah gurumu, cam kan itu ! Biarkanlah ia selesai membanggakan makna dan artian filosofi bela dirinya, dengarkanlah dengan seksama. Lalu perhatikanlah. Katakanlah padanya, jika seorang profesor dan ahli bela diri lalu mengajarkan makna kehidupan dan harmonisasi kehidupan pada muridnya yang hanya mahasiswa atau pelajar itu bukanlah hal hebat sebenarnya, yang mencerminkan artian dari makna kehidupan. Memberi saat berlebih adalah wajar, namun memberi pada saat hanya memiliki satu-satunya yang kau miliki itu adalah luar biasa. Adalah hal biasa jika kau temui orang berpendidikan berkecukupan memberikan ilmunya kemudian dipatok dengan harga. Namun jika orang yang papa memberikan ilmu yang hanya dimiliki satu-satunya dan hanya dengan bayaran ke“ikhlas”anmu itu adalah luar biasa, begitu juga jika tukang becak atau pedagang asongan mengajarkan ilmu yang hanya satu-satunya ia miliki dan mau berbagi pada yang lebih kaya dari padanya, itulah yang luar biasa. Dan adalah suatu kebanggan luar biasa jika kau yang mahasiswa mau belajar pada orang yang tak memiliki latar belakang akademis dan gelar pendidikan formal, itulah kerendahan hati dan kemauan belajar yang sesungguhnya. Itulah makna filosofi yang terdalam…Nah, itulah yang akan kau temui dan miliki.
Nak, jika kau anak yang serius, maka buatlah gurumu kagum dengan keseriusanmu mengkaji ilmunya itu.
Nak, mungkin kau lelah dengan nasehat ini, tapi inilah yang akan kau hadapi jika ingin menjadi pesilat. Karena begitu gelar pesilat tersandang dibahumu, itu tak otomatis menjadikanmu apa yang sedang kau pelajari menjadi milikmu. Ilmu itu akan menjadi milikmu jika gurumu telah menganggapmu pantas menerimanya dan mengamanatkannya padamu untuk diajarkan lagi pada orang lain. Kau akan menjadi bagian dari suatu perguruan atau aliran silat jika kau telah mempelajarinya lama dan sungguh-sungguh, jangan mengganggapnya ilmu itu milikmu jika kau baru dapat hanya bagian permukaan, jangan kau menganggap itu milikmu jika kau belum berbakti padanya.
Nak, pesilat itu gelar gratis yang berat dan teramat berat jika disandang dipundakmu, jangan kau jadi pesilat kalau cuma sekadar ikut-ikutan. Jangan pula berharap jadi pesilat kalau kau cuma untuk ditakuti orang. Jadilah pesilat yang takut pada Tuhanmu, diterima semua orang, dihargai dan dihormati teman dan segani lawan.
Juga jangan berharap silatmulah yang menyelamatkan hidup dari bahaya, namun berpikirlah bahwa usaha belajarmu itulah yang membuahkan hasil hingga mengetuk pintu rahmat Allah yang dapat menyelamatkan diri dari bahaya. Allah-lah yang tetap menyelamatkanmu, nak. Tak perlu menjadi pesilat jika kau tak berpikir dan bertindak sebagaimana pesilat.
Nak, jika kau tak mampu mengerti dan pahami serta tak sanggup memenuhi apa yang dinasehatkan tadi, urungkanlah niatmu jadi pesilat. Datangilah calon guru silatmu itu dan mintalah maaf karena memang dirimulah yang tak sanggup memikul beban menjadi pesilat. Tetaplah berhubungan dengannya…..
hari telah larut nak, tidurlah....
Jakarta, 20 mei 2011
dari catatannya Iwan Setiawan (FP2STI)